A.
Pasal 4 UU No 12 Th 2006
menerangkan bahwa :
Warga Negara Indonesia adalah:
1. setiap
orang yang berdasarkan peraturan perundang- undangan dan/atau berdasarkan
perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain sebelum
Undang-Undang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia;
2. anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara
Indonesia;
3. anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia
dan ibu warga negara asing;
4. anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan
ibu Warga Negara Indonesia;
5. anak
yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia,
tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya
tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;
6. anak
yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia;
7. anak
yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia;
8. anak
yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang
diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan
itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum
kawin;
9. anak
yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak
jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;
10. anak yang
baru lahir yang ditemukan di wilayah Negara Republik Indonesia selama ayah dan
ibunya tidak diketahui;
11. anak yang
lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak
mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
12. anak yang
dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu
Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut
dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
13. anak dari
seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya,
kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau
menyatakan janji setia.
B. Pengertian Apatride (tanpa kewarganegaraan)
Timbul
apabila menurut peraturan kewarganegaraan, seseorang tidak diakui sebagai
warganegara dari negara manapun. Misalnya Agus dan Ira adalah suami istri yang
berstatus ius-soli. Mereka berdomisili di negasa A yang berasas ius-sanguinis.
Kemudian lahirlah anak mereka, Budi. Menurut negara A, Budi tidak diakui
sebagai warganegaranya, karena orang tuanya bukan warganegaranya. Begitu pula
menurut negara B, Budi tidak diakui sebagai warganegaranya, karena lahir di
negara lain. Dengan demikian Budi tidak mempunyai kewarganegaraan atau
Apatride. Status kewarganegaraan berdasarkan Undang-undang Nomor 12 tahun 2006
memungkinkan anak hasil dari perkawinan campuran tidak lagi hanya dapat
memperoleh kewarganegaraan berdasarkan garis keturunan ayahnya tetapi juga
berdasarkan garis keturunan Ibunya yang berkewargaegaraan Indonesia.
Oleh
karena itu, apabila seseorang mengalami kasus aptride, setelah berumur 18 tahun dia bebas memilih kewarganegaraannya dengan
jalan naturalisasi. Naturalisasi adalah suatu perbuatan hukum yang dapat
menyebabkan seseorang memperoleh status kewarganegaraan. Ada dua jenis
pewarganegaran, yaitu pewarganegaran aktif dan pasif. Dalam pewarganegaran
aktif seseorang dapat menggunakan hak opsi, yaitu untuk memilih dan mengajukan
kehendak menjadi warga Negara di suatu Negara. Sedangkan dalam pewarganegaran
pasif, apabila sesorang tidak mau dijadikan warga Negara suatu Negara, maka
dapat menggunakan hak repudiasi, yaitu hak untuk menolak pemberian
kewarganegaran dari suatu Negara.
Misal
: seseorang memperoleh status kewarganegaraan akibat dari pernikahan, mengajukan
permohonan, memilih/menolak status kewarganegaraan
1. Naturalisasi
Biasa Syarat-syarat :
a. Telah
berusia 21 Tahun
b. Lahir
di wilayah RI / bertempat tinggal yang paling akhir min. 5 thn berturut-turut atau
10 tahun tidak berturut-turut
c. Apabila
ia seorang laki-laki yg sudah kawin, ia perlu mendapat persetujuan istrinya
d. Dapat
berbahasa Indonesia
e. Sehat
jasmani & rokhani
f. Bersedia
membayar kepada kas negara uang sejumlah Rp.500 sampai 10.000 bergantung kepada
penghasilan setiap bulan
g. Mempunyai
mata pencaharian tetap
h. Tidak
mempunyai kewarganegaraan lain apabila ia memperoleh kewarganegaraan atau kehilangan
kewarganegaraan RI
2. Naturalisasi
Istimewa
Naturalisasi ini dapat
diberikan bagi mereka (warga asing) yang telah berjasa kepada negara RI dengan
penyataan sendiri (permohonan) untuk menjadi WNI, atau dapat diminta oleh
negara RI. Menurut UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia, pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk memperoleh
Kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan.
Pasal 9
Permohonan
pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. telah
berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
b. pada
waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik
Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10
(sepuluh) tahun tidak berturut-turut;
c. sehat
jasmani dan rohani;
d. dapat
berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
e. tidak
pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan
pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
f. jika
dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi
berkewarganegaraan ganda;
g. mempunyai
pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan
h. membayar
uang pewarganegaraan ke Kas Negara.
Pasal
10
a. Permohonan
pewarganegaraan diajukan di Indonesia oleh pemohon secara tertulis dalam bahasa Indonesia di
atas kertas bermeterai cukup kepada Presiden melalui Menteri.
b. Berkas
permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada Pejabat.
Pasal 11
Menteri meneruskan
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 disertai dengan pertirnbangan
kepada Presiden dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak
tanggal permohonan diterima.
Pasal 12
a. Permohonan
pewarganegaraan dikenai biaya.
b. Biaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 13
a. Presiden
mengabulkan atau menolak permohonan pewarganegaraan.
b. Pengabulan
permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
c. Keputusan
Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan paling lambat 3 (tiga)
bulan terhitung sejak permohonan diterima oleh Menteri dan diberitahukan kepada
pemohon paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak Keputusan Presiden
ditetapkan.
d. Penolakan
permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai
alasan dan diberitahukan oleh Menteri kepada yang bersangkutan paling lambat 3
(tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh Menteri.
C. Persamaan
kedudukan warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
1.
Landasan yang menjamin persamaan kedudukan warga negara
a)
Pancasila sebagai jiwa, kepribadian, pandangan hidup
dan dasar negara yang terdapat pada sila kedua.
b)
Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesai pada alinea pertama.
c)
Batang tubuh Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia pada pasal 26 ayat 1, pasal 27, pasal 29 ayat 2, pasal 30
ayat 1 dan 2, pasal 31 ayat 1 dan 2.
d)
Peraturan
perundang-undangan : UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No.1
tahun 1999 tentang pengadilan HAM.
2. Berbagai aspek bersamaan
kedudukan setiap warga negara. Pentingnya prinsip persamaan kedudukan setiap warga
negara dapat dilihat dari nilai moral yang tersirat dalam prinsip persamaan,
harkat, derajat dan martabat manusia. Hal ini juga dapat dilihat dari sikap
warga negara dan pemerintah dalam menyalurkan tugas, kewajiban, dan
wewenangnya. Menurut Tap MPR No.IV/MPR/1999, Kehidupan bermasyarakat berbangsa
dan bernegara dialam reformasi ini hendak dibangun dengan berlandaskan prinsip
persamaan dan anti diskriminasi. Konsekuensi dari ketentuan tesebut adalah :
a)
Setiap manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan
harkat dan martabatnya sebagai makluk Tuhan Yang Maha Esa, Yang sama hak dan
kewajibannya, sama derajatnya, tanpa membeda-bedakan suku, agama, gender, dan
lain-lain.
b)
Pemerintah dan
warga negara dituntut untuk bertindak dengan menjunjung tinggi prinsip
persamaan derajat, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa maupun
bernegara.
c)
Pemerintah dalam melaksanakan tugasnya wajib
memperlakukan semua warga negara tanpa diskriminasi.
d) Pemerintah
juga berwenang menindak barang siapa yang bertindak diskriminatif terhadap
orang lain.
e)
Setiap warga negara wajib memperlakukan pihak lain
tanpa diskriminasi. Sebaliknya mereka juga berhak atas perlakuan yang tidak
diskriminatif dari sesama warga negara maupun dari pemerintah dalam berbagai
bidang kehidupan. Perlakuan yang
tidak diskriminatif tidak selalu berarti memberikan perlakuan yang sama kepada
semua orang, tetapi berarti memberikan perlakuan terhadap semua orang sesuai
dengan hak yang ada padanya. Itulah kebijaksanaan yang perlu kita sadari dalam
melaksanakan prinsip persamaan kedudukan warga negara dalam kehidupan.
Status
kewarganegaraan seseorang merupakan bukti keanggotaannya dalam negara. Oleh
sebab itu, negara wajib melindunginya. Perlindungan yang dimaksud disini
berdimensi HAM dan KAM (Hak Asasi Manusia dan Kewajiban Asasi Manusia). Selain
itu, dalam dimensi Hukum Publik, status kewarganegaraan seseorang akan
menimbulkan konsekuensi bahwa setiap orang yang disebut sebagai Warga Negara
dimana mereka harus tunduk dan patuh pada hukum-hukum negara sebagai
manifestasi kehendak bersama dalam ikatan kontrak sosial yang merupakan
prasyarat normatif terbentuknya Negara. Status kewarganegaraan Indonesia diatur
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006, disini dinyatakan
bahwa warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok dari suatu
negara yang memiliki hak dan kewajiban yang perlu dilindungi dan dijamin
pelaksanaannya. Di dalam UU ini juga mengatur tentang status WNA dan cara serta
syarat bagi WNA untuk memperoleh status sebagai WNI. Jadi status
kewarganegaraan seseorang mempengaruhi perlindungan dan batasan pelimpahan HAM
yang dimilikinya termasuk dalam memperoleh pekerjaan, tergantung sejauh mana
hukum yang mengatur membatasinya, serta batasannya terhadap hak orang lain,
karena adanya batasan-batasan hak inilah maka timbul kewajiban sebagai
pelaksana terwujudnya perlindungan terhadap hak. Setelah hak itu dijadikan
hukum positive, maka statusnya sebagai hak alamiah akan hilang dan digantikan
sebagai hak positive (hak yang diatur oleh hukum positive) yang penerapannya
dapat dipaksakan dan memiliki kepastian serta batasan yang mengaturnya. Undang-undang
Nomor 12 tahun 2006 memuat juga ancaman pidana bagi pelanggaran baik karena
kesengajaan maupun karena kelalaian. Ancaman pidana tersebut tidak hanya
ditujukan kepada masyarakat yang dapat mempergunakan hak untuk memperoleh
kewarganegaraan tetapi juga kepada pejabat pemerintah yang bertugas untuk
melaksanakan Undang-undang ini sebagaimana mestinya. Yang diatur dalam Bab VI, perumusan ketentuan pidana
mulai Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38. Dari perumusan pasal-pasal itu
lengkapnya dikutip sebagai berikut :
Pasal 36 :
(1) Pejabat yang karena kelalaiannya
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang
ini sehingga mengakibatkan seseorang kehilangan hak untuk memperoleh atau
memperoleh kembali dan/atau kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena kesengajaan, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
Pasal 37 :
(1) Setiap orang yang dengan sengaja
memberikan keterangan palsu, termasuk keterangan di atas sumpah, membuat surat
atau dokumen palsu, memalsukan surat atau dokumen dengan maksud untuk memakai
atau menyuruh memakai keterangan atau surat atau dokumen yang dipalsukan untuk
memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia atau memperoleh kembali
Kewarganegaraan Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling sedikit
Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja
menggunakan keterangan palsu, termasuk keterangan di atas sumpah, membuat surat
atau dokumen palsu, memalsukan surat atau dokumen sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling sedikit Rp. 250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah).
Pasal 38 :
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 dilakukan korporasi, pengenaan pidana dijatuhkan kepada
korporasi dan/atau pengurus yang bertindak untuk dan atas nama korporasi.
(2) Korporasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dicabut izin
usahanya.
(3) Pengurus korporasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).