BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan
sektor pertanian dalam arti luas yang mana bertujuan untuk pemenuhan pangan dan
gizi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Usaha pengelolaan budidaya
ternak dewasa ini telah berkembang pesat seiring dengan tuntutan pemenuhan
protein hewani terutama kontinuitas penyediaan daging, telur dan susu. Dalam hal ini pemerintah menyelenggarakan
pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan terhadap ketersediaan produk
yang mencukupi baik dari sisi jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam dan
merata. Sementara pihak swasta dan
masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan seluas-luasnya dalam mewujudkan kecukupan konsumsi produk peternakan
melalui kegiatan produksi, perdagangan dan distribusi produk.
Telur sebagai salah satu produk ternak unggas mengandung protein yang
sangat berperan dalam tubuh manusia karena protein berfungsi sebagai zat
pembangun, yaitu pembentuk jaringan baru, zat pengatur berbagai sistem di dalam
tubuh, dan sebagai bahan bakar, protein akan dibakar ketika kebutuhan energi
tubuh tidak dapat dipenuhi oleh hidrat arang dan lemak. Hampir semua tingkat lapisan masyarakat mengkonsumsi
jenis makan ini sebagai sumber protein hewani.
Hal ini disebabkan telur merupakan salah satu bentuk makanan yang mudah
diperoleh dan gampang cara pengolahannya.
Sehingga telur menjadi bahan makanan yang selalu dibutuhkan dan
dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.
Pada gilirannya kebutuhan telur akan terus meningkat.
Permintaan akan telur sangat erat kaitannya dengan harga, karena dengan
adanya harga yang sesuai maka masyarakat dapat menjangkau sesuai dengan
pendapatan mereka. Meningkatnya
pendapatan sangat berpengaruh terhadap permintaan telur. Apabila pendapatan berubah maka kuantitas
permintaan akan telur berubah sehingga dapat mempengaruhi kegiatan produksi dan
perdagangan telur. Pendapatan merupakan
nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan
mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula
(Rustam, 2002).
Prospek usaha peternakan ayam ras petelur di Indonesia dinilai sangat baik dilihat dari pasar dalam
negeri maupun luar negeri, jika dintinjau dari permintaan dan penawaran. Di sisi penawaran kapasitas produksi
peternakan ayam ras petelur di Indonesia masih belum mencapai kapasitas
produksi yang sesungguhnya (Rangkuti, F., 2000). Hal ini
terlihat dari masih banyaknya perusahaan pembibitan, pakan ternak dan
obat-obatan yang masih berproduksi di bawah kapasitas terpasang. Artinya prospek pengembangannya masih terbuka
lebar. Di sisi permintaan, saat ini
produksi telur ayam ras baru mencapai kebutuhan pasar dalam negeri sebesar
65%. Sisanya dipenuhi dari telur ayam
kampung, itik, dan puyuh. Iklim
perdagangan global yang sudah mulai terasa saat ini semakin memungkinkan produk
telur ayam ras petelur Indonesia untuk masuk ke pasar luar negeri, mengingat
produk telur ayam ras bersifat elastis terhadap perubahan pendapatan per kapita
per tahun dari suatu negara. Meskipun
potensi usaha budidaya ayam ras petelur sangatlah menarik, namun sejumlah tantangan
bisa menjadi penghambat usaha yang bisa mengubah potensi keuntungan menjadi
kerugian.
Tantangan dan hambatan dalam usaha peternakan ayam ras petelur antara lain
manajemen pemeliharaan yang lemah, fluktuasi harga produk, fluktuasi harga
sarana produksi, tidak ada kepastian waktu jual, marjin usaha rendah, sarana
produksi yang sangat bergantung pada impor dan persaingan global yang semakin
ketat. Namun demikian, tantangan
tersebut sebaiknya tidak membuat calon investor yang ingin berinvestasi di sektor
usaha budidaya ayam ras petelur mengurungkan niatnya, tetapi harus menjadi
penuntun untuk mencari jalan pemecahan masalah.
Salah satu pemecahan masalah yang dapat dilakukan adalah penerapan
sistem agribisnis yang dapat membuat usaha budidaya ayam ras petelur tatap
potensial dan berkembang.
Peternakan skala besar di Kabupaten Bangli walaupun mempunyai modal usaha
yang cukup besar sebagai kekuatan (faktor internal) tetapi masih memiliki
beberapa kelemahan. Salah satunya adalah
harga telur yang lebih tinggi daripada harga telur dari Jawa Timur. Sedangkan untuk faktor eksternal, yaitu
ancaman flu burung, harga pakan yang mahal, dan tingginya persaingan untuk
pasar di luar Kabupaten Bangli
(Denpasar, Badung, Gianyar, Karangasem, Lombok Barat dan luar Bali).
Jika tidak ada strategi pemasaran dan pengembangan usaha yang tepat
dikhawatirkan pangsa pasar di daerah-daerah tersebut akan direbut total.
Sehubungan dengan semakin intensifnya usaha peternakan ayam ras skala
besar, maka semakin tinggi pula kontribusi limbah yang dihasilkan sebagai akibat proses budidaya serta
penanganan pasca panen, diantaranya
kotoran dan bulu ayam. Apabila limbah
tersebut tidak dikelola dengan baik, maka lambat laun akan menimbulkan dampak
yang buruk, khususnya terhadap sanitasi lingkungan dan bau yang menggangu masyarakat
sekitar, sehingga terjadi penurunan
tingkat kesehatan lingkungan yang melampaui batas ambang toleransi. UU Nomor 23 Tahun 1997
mengisyaratkan bahwa bahan berbahaya dan beracun adalah setiap bahan
yang karena sifat atau konsentrasinya, jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, kesehatan,
kenyamanan dan kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain (Rustam, 2002: 68).
Pelanggaran
terhadap undang-undang ini tentu saja akan menyebabkan ancam berupa pelarangan
dan penutupan operasional usaha peternakan.
Oleh karenanya perlu juga dikaji sisi kekuatan, kelemahan, peluang dan
acaman usaha peternakan ayam ras petelur skala besar dalam hal pengelolaan
limbah.
1.2 Perumusan Masalah
Dengan melihat uraian latar belakang di atas, maka
dapat dirumuskan permasalahan
dalam penelitian ini, yaitu:
1) Bagaimanakah kondisi faktor-faktor
internal yang menentukan kelangsungan hidup
usaha peternakan ayam ras petelur di Kabupaten Bangli?
2) Bagaimanakah kondisi lingkungan yang
merupakan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan usaha peternakan ayam ras petelur di Kabupaten Bangli?
3) Bagaimana strategi pengembangan usaha yang paling sesuai bagi peternakan ayam ras petelur dalam merespon persaingan
pasar dan dampak terhadap lingkungan?
1.3 Tujuan
Penelitian
Sesuai dengan pokok masalah diatas, maka yang menjadi
tujuan dari penelitia ini adalah sebagai berikut :
1) Mengetahui kondisi faktor-faktor
internal yang menentukan kelangsungan hidup
usaha peternakan ayam ras petelur di Kabupaten Bangli.
2) Mengetahui kondisi lingkungan yang
merupakan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi perkembangan usaha peternakan ayam ras petelur di Kabupaten Bangli.
3) Menganalisis strategi pengembangan usaha yang paling sesuai bagi peternakan ayam ras petelur dalam merespon persaingan
pasar dan dampak terhadap lingkungan.
1.4 Manfaat
Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut;
1. Bagi Peternak
Memberikan informasi
dan masukan pada bidang kajian perencanaan dan pengembangan usaha peternakan ayam ras petelur di Kabupaten Bangli.
2.
Bagi
Pemerintah
Memberikan masukan kepada Pemerintah
atau pengambil kebijakan, sebagai kebijakan dalam upaya pengembangan usaha peternakan ayam ras petelur di Kabupaten Bangli.
3.
Bagi mahasiswa
Memberikan pengetahuan tambahan mengenai cara perencanaan dan
pengembangan usaha peternakana ayam ras petelur
4. Bagi masyarakat
Dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat atau konsumen terhadap hasil
telur ras yang baik dan bergizi ketika dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Rangkuti,
F., 2000 Analisis SWOT Tehnik Membedah
Kasus Bisnis.
PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Rustam, 2002.
Pendapatan Menurut Standar Akutansi Keuangan. Digilib Usu,
Medan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar