Senin, 13 Mei 2013

JATUHNYA MORAL MANUSIA



            Hidup sederhana membawa setiap individu pada kebiasaan membatasi  keinginan. Manusia diberikan tubuh termasuk panca indera oleh Tuhan, untuk melaksanakan kewajiban yang mulia kepada sesama atau Tuhan. Namun yang nampak saat ini adalah manusia mencapai tujuannya dengan cara yang tak bermoral. Ini semua jauh lebih berbahaya daripada pengurangan jumlah personel militer dari suatu negara. Hal ini terjadi pula pada merosotnya moral dibidang ekologi (lingkungan). Seperti hutan-hutan ditebang karena alasan ekonomi maupun sosial politik. Semua ini akan membawa dampak dan konsekuensi baik lokal maupun global. Seperti yang terjadi saat ini pemanasan global, permukaan air laut naik, daratan menjadi lebih sempit, dan lain-lain.
            Setiap kejadian yang menakutkan ini tidak hanya dialami pada bidang ekologi, kemerosotan moralpun terjadi pada bidang spritual. Karakter manusia pada zaman Kali ini sangat merosot sehingga timbul kerusuhan, peperangan, perampokan, pencurian, permusuhan, perkelahian, perceraian, kegelisahan, dan lain halnya. Pemuda-pemudi modern selalu berusaha untuk mengetahui semua yang terjadi didunia ini, namun tidak pernah melakukan usaha untuk memahami kebenaran mendasar dari hidup manusia. Manusia telah mencapai segalanya dalam hidup ini, namun telah kehilangan nilai-nilai kemanusiaan. Jika menyapa seseorang dengan isinya yang kosong itu sama dengan mereka menjadi palsu seperti melakukan praktek drama. Tidak ada gunya berbagai macam perlindungan jikakalau tidak melaksanakan moralitas.
            Sekarang nampak banyak perselisihan. Perselisihan meningkat karena tidak ada pemahaman dan perbaikan sebagaimana mestinya antara manusia. Perbaikan akan memungkinkan hanya bila ada pemahaman yang baik. Pemahaman yang baik adalah cinta kasih sesama. Manusia memiliki satu hak yang diterima sejak lahir, yaitu hak kasih sayang. Maka bagilah kepada setiap insan didunia. Tubuh seperti awan yang berlalu, maka dari itu awasi selalu indera-indera ini untuk melakukan hal-hal yang bermoral. Keluar dari perkumpulan-perkumpulan yang tidak baik dan perasaan buruk. Menanamkan sifat-sifat mulia, dan mengembangkan perasaan yang luas bahwa semua adalah saudara merupakan cara perbaikan yang mulia.
            Ada jutaan manusia didunia, namun sedikit saja dari manusia yang kehilangan moral akan menghancurkan bagian lainnya. Puas  dengan mengisi perut sendiri adalah sifat yang sangat tidak terpuji, mengerti bahwa ada jutaan manusia lainnya yang sedang lapar dan menderita. Hal yang paling mendasar bagi yang pro dan kontra harus tetap dalam kerangka kasih sayang saling menghargai sebab Bhineka Tunggal Ika memang menjadi bingkai ajaran universal. Kebudayaan dan tradisi yang baik dan luhur hendaknya dipelihara dengan baik. Disinilah petingnya menekankan pelaksanaan Tri Kaya Parisudha. Sebenarnya hubungan manusia dengan Tuhan itu sangat tipis. Sepanjang manusia tidak memahami kebenaran, ia tetap manusia. Tetapi sekali ia memahami dan mengenal maka ia adalah Tuhan.
            Setiap ucapan menjadi tak bermanfaat tanpa adanya proses. Bukti hujan adalah basahnya tanah, bukti manusia berubah adalah melakukan perbaikan. Seperti ungkapan di Bali, “Lontar sekeropak alah dening bukti setunggal” artinya, “Teori segudang kalah oleh sebuah bukti”.

JANGAN PERNAH MENIRU DENGAN MEMBUTA



Banyak dari seorang yang datang dari kejauhaan tempat dan menghabiskan banyak uang untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya, guna untuk mendapatkan gelar yang diharapkan setiap orang. Dengan jerih payah itu dan segala pengeluaran uang, haruslah dipahami apa yang sebenarnya menjadi tujuan utama dari segala jenis proses tersebut. Segala prestasi dan penghargaan yang diraih oleh seorang pelajar sebenarnya tak berarti apa bila implementasinya tidak seperti pengetahuan yang dipupuk selama duduk dibangku sekolah. Banyak yang kaya raya dan memiliki gelar kesarjanaan tetapi apakah dengan segala hal itu bisa dikatakan seseorang yang hebat ? Yang harus diperhatiakan pada setiap orang adalah seberapa luas dan dalamnya mereka gunakan kecerdasannya demi kebaikan orang lain ?
Pengetahuan apapun yang dimiliki seseorang bila tidak dapat diterapkan dalam tindakan tidak akan berguna. Seorang pelajar yang cerdik, pintar, berwawasan luas, memiliki gelar kesarjanaan dan diakui banyak orang, tapi masih bisakan dikatakan ia berguna bila ahirnya ia melakukan kecurangan dengan memakan uang masyarakat atau menghancurkan kepercayaan dengan tindakan-tindakan yang tak terpuji ? Orang semacam itu tak dapat dinilai hebat karena harta kekayaan yang dimiliki dari hasil kecurangan. Kekayaan, kecerdasan, kesarjanaan, semuanya akan bermanfaat hanya bila digunakan dijalan yang benar.
Dalam upaya menuju kehidupan yang penuh kedamaian seorang itu hendaknya mengikuti kebajikan. Nilai-nilai kemanusiaan tidaklah bisa didapat dari buku ataupun nilai-nilai dari para guru. Banyak dari orang-orang yang dianggap penting saat ini melupakan nilai-nilai kemanusiaan yang sebenarnya ada dalam diri sejak lahir dan tumbuh kembang atas usaha sendiri. Melupakan hal yang memang sudah menjadi anugerah Tuhan adalah pembodohan yang membuta. Dimana seseorang itu tergiur dengan kedunawian, maka disanalah mereka akan melupakan pengetahuan tentang jati diri. Hal ini dialami oleh negara kita. Orang-orang yang dianggap bisa memenuhi janji kepada masyarakat kecil tapi melenyapkannya dalam sekejap saat mendapatkan kedudukan. Tidak banyak dari yang melakukan hal ini, tapi sekecil apapun janji palsu yang di berikan adalah kesedihan yang sangat mendalam bagi yang menerima. Dengan memiliki lidah, gunakanlah untuk hal yang bermanfaat. Dengan pemberian tangan oleh Tuhan, maka gunakanlah untuk melakukan SEVA (pelayanan). Persoalan nilai-nilai kemanusiaan tidak dapat ditegakkan oleh satu orang saja. Ini dibutuhkan kebersamaan, yang kita sebut dengan Persatuan. Tak ada yang paling hebat didunia ini jika manusia memperoleh sesuatu dengan membuta. Seperti seorang pelajar yang menjawab ujian dengan menghapal tapi tidak paham dengan apa yang dibuat, karena yang ada pada niatnya hanya nilai tinggi dari hasil ujiannya.
Meniru dengan membuta adalah kesia-siaan orang untuk melihat, mendengar, menghapal, dari pemberian para guru sebagai jembatan penghantar ilmu pengetahuan.  Embrio dari keberhasilan adalah kasih sayang. Jika tidak, maka kita akan melakukan kesalahan dengan melakukan sesuatu yang tidak ada artinya.